tag:blogger.com,1999:blog-90087304067775528912024-02-08T07:31:45.050-08:00Perubahan IklimKliping Internet - Blog 0425beunghar bloghttp://www.blogger.com/profile/14202528166073283943noreply@blogger.comBlogger17125tag:blogger.com,1999:blog-9008730406777552891.post-61210273260162710772011-11-21T02:42:00.001-08:002013-07-15T10:30:52.186-07:00What is Climate Change?<iframe allowfullscreen="" frameborder="0" height="300" src="http://www.youtube.com/embed/CmRyJaBPvD0?rel=0" width="420"></iframe>beunghar bloghttp://www.blogger.com/profile/14202528166073283943noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9008730406777552891.post-73874424204760475482011-11-21T01:53:00.000-08:002013-07-15T10:31:13.099-07:00Kelautan, Kebencanaan dan Perubahan IklimDewasa ini, dunia sedang disibukan dengan permasalahan yang berkaitan dengan lingkungan. Ekses peradaban moderen yang ada saat ini, juga turut berkontribusi terhadap perubahan iklim yang kian lama kian terasa dampaknya. Bagaimana dengan Indonesia? Sebagai negara yang sedang giat-giatnya melakukan pembangunan, tentu kondisinya tidak jauh berbeda. Banyaknya bencana alam yang terjadi juga menambah pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Deputi Kepala BPPT Bidang Teknologi Pengolaan Sumberdaya Alam (TPSA), Ridwan Djamaluddin, menanggapi hal tersebut dari sisi teknologi melalui wawancara diruang kerjanya kemarin (5/01). Berikut petikannya.<br />
<a name='more'></a><br />
<br />
Bisa disebutkan, apa program Kedeputian TPSA untuk tahun 2011 ini?<br />
<br />
Secara garis besar, untuk tahun 2011 ini program kegiatan TPSA akan fokus pada tiga bidang besar yaitu kelautan, kebencanaan dan perubahan iklim. Isu global mengarah kepada isu-isu lingkungan, bencana, penyelamatan bumi, dan itu semua adalah ruang lingkupnya TPSA. Secara realita disisi lain, perekonomian Indonesia masih sangat didorong oleh sumberdaya alam. Walaupun sudah banyak pula terdapat industri kreatif dan industri teknologi tinggi, namun tetap yang dominan adalah sumber daya alam.<br />
<br />
Kita harus berpikir besar. Ada kejadian apa di dunia global, pemerintah mengeluarkan kebijakan apa, kita menurunkannya dalam kegiatan.<br />
<br />
Peran seperti apa yang dapat Kedeputian TPSA lakukan?<br />
<br />
<br />
Secara dampak, saya berharap TPSA akan lebih terlibat pada tataran regional dan internasional. Kondisi alam kita (Indonesia-red) memberikan semua sarana yang kita butuhkan untuk berlatih. Karena itu dalam bidang lingkungan kebumian ini kita mesti menjadi pemain dunia.<br />
<br />
Bisa disebutkan contohnya?<br />
<br />
Salah satu yang akan diwujudkan dalam waktu dekat adalah kontribusi BPPT dalam membangun AHA Center (ASEAN Co-ordinating Center for Humanitarian Assistance on disaster management), Pusat Mitigasi Bencana Kawasan Negara ASEAN. AHA Center merupakan suatu unit di bawah ASEAN, yang akan mengelola informasi dan manajemen kebencanaan di kawasan ASEAN. Sekarang tempatnya sedang kita selesaikan di lantai 17 Gedung 1 BPPT.<br />
<br />
Mengapa BPPT ikut serta dalam pembangunan AHA center? Apa alasannya?<br />
<br />
Pertama, yang ikut serta adalah Indonesia, bukan BPPT. Dalam hal ini BPPT bersedia menyediakan tempatnya. Sudah tiga tahun program ini dibicarakan tapi baru sekarang bisa dilaksanakan. Apalagi sekarang Indonesia merupakan Ketua ASEAN, jadi sudah suatu kewajiban (bagi BPPT-red) untuk membantu mewujudkan AHA Center tersebut.<br />
<br />
Kedua, kalau bicara mengenai bencana di kawasan ASEAN maka kita berbicara Indonesia. Banjir, tanah longsor, hingga pada tsunami dan gunung meletus, terjadi disini. Alasan ketiga adalah karena program ini sangat padat teknologi. Itulah landasan masuknya BPPT dalam AHA Center.<br />
<br />
Bagaimana dengan isu lingkungan lainnya? Apa Kedeputian TPSA juga ikut terlibat?<br />
<br />
Menyangkut pemanasan global, BPPT bertugas sebagai koordinator Technology Needs Assessment di Indonesia. Misalnya untuk adaptasi dan perubahan iklim, teknologi seperti apa yang dibutuhkan? Ipteknya seperti apa?<br />
<br />
Yang akan dilakukan BPPT antara lain menyiapkan dokumen, yang secara iptek mengarah kepada hal-hal apa saja yang harus dilakukan dalam konteks adaptasi dan perubahan iklim.<br />
<br />
Tahun 2010 lalu, BPPT bersama dengan lembaga riset Amerika, NOAA, melakukan kerjasama eksplorasi kelautan dalam program Index Satal. Apakah ada kerjasama serupa untuk tahun 2011?<br />
<br />
Tahun ini diharapkan kita akan terlibat dalam International Ocean Discovery Program. Berbeda dengan Index Satal (Indonesia Exploration Sangihe-Talaud) yang mengarah pada kegiatan ilmiah, program ini akan mengarah pada mitigasi bencana. Program ini akan sangat padat aplikasi teknologi dan juga sangat membutuhkan biaya, untuk itu kami sedang menggalang kerjasama dengan pihak nasional dan internasional. Data-data yang didapat nantinya, akan sangat membantu Indonesia, juga negara-negara tetangga lainnya, dalam hal mitigasi bencana.<br />
<br />
Secara kelembagaan, BPPT harus bisa mengambil porsi yang tepat, hal-hal yang sifatnya strategis, padat teknologi dan masih perlu pengembangan. Misalnya dalam program pengembangan Ina TEWS, buoy, kita tidak hanya memasangnya tapi masih terus mengembangkannya.<br />
<br />
Tentunya kegiatan-kegiatan tersebut memerlukan SDM yang handal. Apa sudah cukup memadai kemampuan SDM Indonesia?<br />
<br />
Untuk menjadi pemain global, kesiapan SDM adalah keharusan. Saat ini SDM kita dalam tiga bidang besar itu (kelautan, kebencanaan dan perubahan iklim) sudah bagus. Dalam setiap kerjasama internasional, kami selalu memberikan kesempatan kepada SDM yang ada untuk ikut berkiprah.<br />
<br />
Desember lalu, BPPT dipilih sebagai konsultan terbaik oleh Pertamina melalui pekerjaan studi potensi bencana di kawasan yang akan dijadikan fasilitas pengeboran minyak. Hal ini menurut saya adalah suatu apresiasi yang luar biasa, sekaligus juga pengakuan bagi kualitas SDM kita.<br />
<br />
Dalam triwulan pertama, apa yang akan dilakukan untuk mengakselerasi rencana-rencana yang telah ada?<br />
<br />
Jika kita kaitkan program di BPPT dengan kemandirian bangsa dan peningkatan daya saing industri, maka yang akan saya lakukan adalah berkomunikasi dengan mitra-mitra strategis, khususnya bidang kelautan yaitu industri energi dan mineral.<br />
<br />
Selain itu, saya juga akan mengadakan FGD (focus group discussion) untuk tiga bidang besar tadi. Misalnya menyikapi masalah perubahan iklim. Jangan hanya berbicara permukaan air laut naik, pulau-pulau menghilang, suhu bumi meningkat. Tidak hanya itu, tetapi apa yang BPPT bisa lakukan dalam hal tersebut? Bagaimana menyikapi isu itu? Melalui FGD tersebut, ditargetkan kita mampu berpikir secara global.<br />
<br />
Saya sering mengambil istilah, hanya satu bumi. Konotasinya adalah, bumi ini merupakan satu-satunya habitat yang bisa kita tempati sekarang. Jadi sebisa mungkin kita harus mengimbangi antara memeliharanya dan memanfaatkannya dengan iptek. (YRA/humas)<br />
<br />
Sumber :<br />
<a href="http://www.bppt.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=659:kelautan-kebencanaan-dan-perubahan-iklim-tiga-fokus-kedeputian-tpsa-2011&catid=62:teknologi-kelautan-dan-kedirgantaraan">http://www.bppt.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=659:kelautan-kebencanaan-dan-perubahan-iklim-tiga-fokus-kedeputian-tpsa-2011&catid=62:teknologi-kelautan-dan-kedirgantaraan</a>beunghar bloghttp://www.blogger.com/profile/14202528166073283943noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9008730406777552891.post-85244589595219749882011-11-21T01:44:00.000-08:002011-11-21T01:44:40.378-08:00Pengaruh Iklim terhadap Evolusi ManusiaJumat, 11 Februari 2011 - Anda mungkin tahu mengapa bentuk dan ukuran hidung orang Eropa berbeda dengan orang di wilayah Asia. Ya semua itu dipengaruhi oleh faktor lingkungan yaitu iklim. Dari contoh sederhana tersebut, kita dapat mengetahui bahwa iklim sangat berpengaruh pada evolusi manusia.<br />
<br />
Laporan penelitian NRC (National Research Council) terbaru dari AS memeriksa bukti fauna dan iklim purba yang berada di balik hipotesis bahwa perubahan iklim bumi di masa lalu telah mempengaruhi evolusi kita. Hal ini karena sejumlah penelitian sebelumnya telah menemukan bahwa pergeseran iklim besar di masa lalu bumi seringkali disertai dengan pertukaran fauna yang sangat tinggi, kepunahan massal mendadak, munculnya spesies-spesies baru dan inovasi-inovasi baru pada fisik dan fisiologi mahluk hidup. <br />
<br />
Ambil contoh peristiwa perubahan iklim besar 34 juta tahun lalu. Saat itu Bumi mendingin dengan cepat dan benua Antartika terbentuk. Banyak taksa mahluk hidup yang muncul saat ini juga teradaptasi untuk hidup dalam lingkungan baru yang lebih dingin, lebih cepat berubah dan padang rumput yang kering.<br />
<a name='more'></a><br />
<br />
1.9 juta tahun lalu, Homo erectus pertama kali muncul. Ia adalah spesies manusia purba pertama yang mirip dengan manusia modern. Otaknya besar, pola gigi yang sama dan bentuk tubuh yang relatif sama. 1.6 juta tahun yang lalu, atau 300 ribu tahun kemudian, peradaban batu Acheulean muncul termasuk ditemukannya kapak genggam dua sisi. Periode ini juga disertai dengan migrasi besar-besaran keluar dari Afrika menuju Eropa dan Asia Selatan.<br />
<br />
Di masa ini pula, iklim di Afrika berubah. Antara 1.8 hingga 1.6 juta tahun lalu, iklim Afrika berubah menjadi tak teramalkan, dingin dan panas bergantian secara mendadak. Menurut para ilmuan, perubahan ini terjadi tiap 20 ribu tahun di masa tersebut. Ini berarti 20 ribu tahun panas sekali, kemudian 20 ribu tahun dingin sekali, begitu seterusnya. Periode 20 ribu tahun sendiri merupakan periode presesi orbit bumi.<br />
<br />
Sekarang pola iklim di Afrika memang masih berubah. Ia telah berganti-ganti panas dingin sejak 5 juta tahun terakhir. Walau begitu, perubahan iklim yang terjadi tidak seekstrim 1.8 hingga 1.6 juta tahun lalu. Sungguhpun demikian, pola yang terjadi sekarang sudah cukup seram bagi kita. 15 ribu hingga 5 ribu tahun lalu, gurun Sahara adalah hutan belantara dengan danau besar dan fauna melimpah ruah. Sekarang lihatlah. Jangan terlalu menyalahkan manusia. Sebagian hal ini disebabkan oleh pola perubahan iklim dengan periode 20 ribu tahun.<br />
<br />
Pada masa panasnya, angin debu menyapu Afrika. Angin debu besar ini mulai muncul 2,8 juta tahun lalu, tapi seperti yang telah kita duga, ia paling besar antara 1.8 dan 1.6 juta tahun lalu. Dan tebak dimana daerah yang paling parah mengalami kekeringan? Jawabannya adalah Afrika Timur.<br />
<br />
Sebagaimana kita tahu, leluhur manusia modern berasal dari Afrika Timur. Bukan hanya leluhur manusia modern, namun sejumlah manusia purba lainnya. Sekarang kita bisa menduga, seperti para ilmuan, bahwa leluhur kita bisa sampai ke Indonesia dan bagian lain dunia ini gara-gara takut dengan angin debu. Berjalan kaki sambil menetap sementara waktu dalam perjalanan darat dari Afrika Timur ke Indonesia memakan waktu jutaan tahun. Hal ini cukup membuat sejumlah tampilan morfologis dan fisiologis leluhur manusia modern berubah menjadi sekarang.<br />
<br />
Hasil penelitian NRC membuktikan kebenaran hipotesis ini. Perubahan iklim besar di Afrika Timur membawa pada spesiasi, kepunahan, perubahan morfologi dan perilaku leluhur kita. Iklim ganas ini membentuk kita sebagai manusia seperti sekarang. Kita adalah anak-anak badai.<br />
<br />
Dengan adanya penemuan ini, para ilmuan mencoba melanjutkan dengan mempelajari pengaruh perubahan iklim drastis pada fauna lainnya. Dengan manusia sudah, sekarang dengan hewan mana lagi? Well, ada banyak sekali fauna di Afrika dan para ilmuan bisa mengocok kartu remi bergambar spesies untuk mencabut satu dan mengatakan : Hei, spesies ini yang akan jadi proyek ilmiah kita selanjutnya. Let’s go!<br />
<br />
<br />
<br />
Referensi :<br />
National Research Council. 2010. Understanding Climate’s Influence on Human Evolution. Washington: National Academic Press<br />
J. Zachos et al, 2001. Trends, Rhythms, and Aberrations in Global Climate 65 Ma to Present. Science 292, 686<br />
P.B. deMenocal, 2004. African climate change and faunal evolution during the Plio?Pleito- cene. Earth Planet Sci. Lett. 220, 3<br />
P.B. deMenocal, et al. 2000. Cultural responses during the late Holocene. Quot. Sci. Rev. 19, 347<br />
M.A. Maslin, M.H. Trauth. 2009. Plio-Pleistocene East African Pulsed Climate Variability and Its Influence on Early Human Evolution. Dalam The First Humans: Origin and Early Evolution of the Genus Homo, F.E. Grine et al., Eds. Dordrecht, Belanda: Springer.<br />
<br />
Sumber :<br />
<a href="http://www.faktailmiah.com/2011/02/11/pengaruh-iklim-terhadap-evolusi-manusia.html">http://www.faktailmiah.com/2011/02/11/pengaruh-iklim-terhadap-evolusi-manusia.html</a>beunghar bloghttp://www.blogger.com/profile/14202528166073283943noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9008730406777552891.post-67457843114692892542011-11-21T01:41:00.000-08:002011-11-21T01:41:00.862-08:00Perubahan Iklim Sebabkan Mutasi Gen PenyakitBOGOR, (PRLM).- Para peneliti Institut Pertanian Bogor (IPB) mengingatkan petani akan kemungkinan mutasi gen tanaman yang menyebabkan penyakit tanaman dapat beradaptasi dengan tanaman inangnya. Dugaan sementara, mutasi gen ini akibat perubahan iklim yang mulai terjadi. Dikhawatirkan, penyakit tanaman yang bermutasi gen itu menyerang tanaman pangan lebih dahsyat dan akan merugikan para petani. <br />
<br />
Hal ini disampaikan peneliti sekaligus Dosen Departemen Biologi IPB, Dr. Utut Widyastuti, Minggu (9/10). Menurut dia, kemungkinan ini telah diteliti ilmuwan di Indonesia serta sejumlah ilmuwan lainnya dari Amerika Setikat. "Dari hasil penelitian itu, kami sepakat bahwa beberapa tanaman beradaptasi terhadap perubahan iklim dengan melakukan mutasi genetik," katanya.<br />
<a name='more'></a> <br />
<br />
Di Indonesia sendiri, lanjut Utut, perubahan genetik terjadi pada tanaman padi yang terserang penyakit blast. Adapun ciri tanaman padi yang terserang adalah terdapat bercak putih di tengah daun, dan sekelilingnya berwarna coklat. Lebih lanjut dijelaskan Utut,blast merupakan salah satu penyakit yang sangat merugikan petani. Kerugian yang dialami petani berdasarkan penelitian selama ini memcapai hampir 50 persen. Artinya, penyakit ini mengakibatkan petani gagal panen hingga 50 persen lahannya. "Untuk di Asia, penyakit ini bisa menurunkan produktivitas hingga 50 persen," katanya. <br />
<br />
Sementara, kasus di Indonesia meunjukkan serangan penyakit blast ini menyebabkan sekitar sekitar 12 persen dari total lahan sawah mengalami gagal panen. Dikatakan Utut, penyakit blast biasanya menyerang tanaman pada dataran tinggi. Hanya saja, ada faktor lain yang menyebabkan penyakit ini juga mulai ditemukan pada tanaman di dataran rendah. "Biasanya penyakit ini menyerang sawah dataran tinggi, namun saat ini sudah ditemukan penyakit blast di lahan persawahan dataran rendah," tuturnya. <br />
<br />
Bahkan di Bogor sendiri, khususnya daerah Jasinga pernah menjadi endemik penyakit ini pada tahun 2005 lalu. "Padahal sebelumnya di daerah ini belum pernah terkena penyakit blast," tambahnya. Perpindahan penyakit blast dari dataran tinggi ke dataran rendah inilah yang harus mulai diperhatikan dan diwaspadai oleh para petani. Sebab, penyakit ini ternyata bisa berpindah.<br />
<br />
Selain itu, hal ini juga berarti penyakit ini dapat menyerang saat fase vegetatif dan fase generatif dari tanaman padi. Oleh karena itu, sejak tahun 2002, Utut mengambil isolat blast yang ada di rumput untuk diteliti pola serangannya terhadap padi. Setelah dimonitor terhadap isolat yang menginfeksi rumput, ada tiga gen yang bertanggung jawab terhadap ketahanan tanaman padi dari serangan penyakit blast yakni gen CUT 1, Erg dan Pwl 2. "Jika dalam tiga hari setelah tanaman padi terinfeksi blast tidak ditemukan ketiga gen ini, maka dapat dipastikan tanaman tersebut tidak tahan serangan," katanya menerangkan.<br />
<br />
Lebih lanjut dikatakan Utut, setelah diinfeksikan ke tanaman padi, terjadi mutasi gen akibat dari proses adaptasi yang dilakukan oleh penyakit blast. Gen CUT 1 yang awalnya ada di blast yang menginfeksi rumput ternyata tidak ditemukan di blast yang menginfeksi padi. Sementara, untuk gen Pwl 2 terjadi hal yang sebaliknya."Mutasi gen ini terjadi karena penyakit blast mampu beradaptasi terhadap inangnya, sehingga dikhawatirkan terjadi pandemik yang lebih besar. Selain itu kemampuannya yang bisa berpindah dari penyakit dataran tinggi ke daerah persawahan (dataran rendah) juga sangat meresahkan," katanya. Dengan demikian, lanjut Utut, perlu ada penelitian lanjutan untuk mengatasi penyebaran penyakit ini. (A-155/A-147)***<br />
<br />
Sumber :<br />
<a href="http://www.pikiran-rakyat.com/node/161289">http://www.pikiran-rakyat.com/node/161289</a>beunghar bloghttp://www.blogger.com/profile/14202528166073283943noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9008730406777552891.post-21765408638733390182011-11-21T01:39:00.000-08:002011-11-21T01:39:20.697-08:00Simposium Penelitian Perubahan IklimBogor, 3 Oktober 2011. Indonesia merupakan daerah yang rentan terdahap perubahan iklim dan juga berpotensi memberikan kontribusi terhadap peningkatan emisi GRK. Demikian disampaikan Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim yang diwakili oleh Asisten Deputi Urusan Mitigasi dan Pelestarian Fungsi Atmosfir dalam sambutan Simosium Penelitian Perubahan Iklim pada tanggal 3 Oktober 2011 di IPB International Convention Center, Bogor. <br />
<br />
Disampaikan juga bahwa sudah banyak peneliti Indonesia baik dari kalangan pemerintah, akademisi maupun organisasi non-pemerintah melakukan kajian ilmiah terkait kegiatan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Namun demikian masih belum termanfaatkan secara optimal dan belum mengakomodasi dengan baik berbagai persoalan mendasar dan mendesak yang dibutuhkan untuk mengatasi pemanasan global dan perubahan iklim ini.<br />
<br />
Selanjutnya :<br />
<a href="http://wwwnew.menlh.go.id/home/index.php?option=com_content&view=article&id=5169%3Asimposium-penelitian-perubahan-iklim&catid=43%3Aberita&Itemid=73&lang=id">http://wwwnew.menlh.go.id/home/index.php?option=com_content&view=article&id=5169%3Asimposium-penelitian-perubahan-iklim&catid=43%3Aberita&Itemid=73&lang=id</a>beunghar bloghttp://www.blogger.com/profile/14202528166073283943noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9008730406777552891.post-24193117814117127012011-11-21T01:36:00.001-08:002011-11-21T01:36:46.008-08:00Perubahan Iklim dalam Konteks IndonesiaWORKSHOP: Bandung, 7 – 8 Maret 2011. Perubahan iklim merupakan permasalahan global yang memerlukan kebijakan menyeluruh dengan memperhatikan aspek lingkungan, sosial dan ekonomi masyarakat. Perundingan perubahan iklim skala internasional telah menghasilkan keputusan-keputusan tingkat global yang perlu dianalisis secara ilmiah untuk diaplikasikan pada kondisi nasional suatu negara. Dalam rangka memperkuat kebijakan nasional mengenai perubahan iklim yang berbasis ilmiah (Scientific-based policy), sehingga dapat diterapkan dalam konteks Indonesia. <br />
<br />
Untuk mengawali agenda tersebut, Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim, Kementerian negara Lingkungan Hidup telah mengadakan Workshop “Perubahan Iklim dalam Konteks Indonesia” pada tanggal 7 – 8 Maret 2011 di Bandung. Kegiatan ini dihadiri oleh kementerian dan Lembaga terkait, Pusat Studi Lingkungan dari Perguruan Tinggi, Pakar dan Tenaga Ahli dan Lembaga Swadaya Masyarakat yang berjumlah kurang lebih 90 orang.<br />
<br />
Selanjutnya :<br />
<a href="http://ipcc-indonesia.org/index.php?option=com_content&view=article&id=7:perubahan-iklim-dalam-konteks-indonesia&catid=7:kegiatan ">http://ipcc-indonesia.org/index.php?option=com_content&view=article&id=7:perubahan-iklim-dalam-konteks-indonesia&catid=7:kegiatan <br />
</a>beunghar bloghttp://www.blogger.com/profile/14202528166073283943noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9008730406777552891.post-42988226936004321712011-11-21T01:33:00.000-08:002011-11-21T01:33:14.444-08:00Enam Keputusan Rapat Pleno Dewan Nasional Perubahan IklimKESRA -- 25 JANUARI: Rapat Pleno Dewan Nasional Perubahan Iklm (DNPI) yang dipimpin Menko Kesra Agung Laksono, Senin (25/1), di Kemenko Kesra, Jakarta, melahirkan enam keputusan.<br />
<br />
Keputusan pertama, kata Menko Kesra usai rapat kepada wartawan; mendukung keputusan Delegasi Indonesia di Kopenhagen untuk berasosialisasi dengan Copenhagen Accord.<br />
<br />
“Kemudian menugaskan DNPI untuk menanyakan kepada Sekretariat UNFCCC mengernai benatuk dukungan tertulis yang diperlukan,” katanya didampingi Ketua Harian DNPI Rachmat Witoelar dan Sesmenko Kesra Indroyono Soesilo.<br />
<a name='more'></a><br />
<br />
Selanjutnya melakukan sosialisasi dekungan Indonesia kepada Copenhagen Accord kepada semua pihak terkait.<br />
<br />
“Keputusan kedua, menugaskan Kementerian Lingkungan Hidup untuk menyelaraskan penyusunan Second National Communication sebelum 31 Januari 2010,” tambah Menko Kesra.<br />
<br />
Keputusan ketiga, menugaskan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional untuk menyelesaikan penyusunan Rencana Aksi Pengurangan Emisi GRK sehingga siap ditandatangani Presiden RI sebelum 31 Januari 2010.<br />
<br />
Keputusan keempat meliputi tiga butir, yakni memperkuat fungsi koordinasi DNPI dengan memindahkan administrasi sekretariat di bawah koordinasi Kemenko Kesra, kemudian melakukan revisi atas Perpres No 46/2008 dengan menambahkan struktur sekretariat jenderal di dalam Sekretariat DNPI.<br />
<br />
Selanjutnya melengkapi posisi pimpinan kelompok kerja dari instansi terkait sesuai dengan bidang keahlian yang diperlukan dan ketersediaan waktu untuk bekerja di DNPI. Juga mempertimbangkan keterwakilan berimbang dari lembaga anggota dan stake holders DNPI.<br />
<br />
“Keputusan kelima, menugaskan Sekretariat DNPI untuk melanjutkan penjajagan pembentukan regional center for climate change di Indonesia dengan melibatkan seluruh instansi terkait,” tutur Agung Laksono.<br />
<br />
Keputusan keenam, tambah Menko Kesra, menugaskan Sekretariat DNPI untuk membantu operasionalisasi mekanisme pendanaan perubahan iklim, baik melalui Indonesia Climate Change Trust Fund atau mekanisme pendukung lainnya seperti Indonesian Green Investment Fund.<br />
<br />
Sementara itu Ketua Harian DNPI Rachmat Witoelar menambahkan, bila pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Perubahan Iklim di Kopenhagen, Denmark, Desember tahun lalu masih ada keragu-raguan, semuanya itu akan dituntaskan di KTT Meksiko November mendatang. (H)<br />
<br />
Sumber :<br />
<a href="http://www.menkokesra.go.id/node/73">http://www.menkokesra.go.id/node/73</a>beunghar bloghttp://www.blogger.com/profile/14202528166073283943noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9008730406777552891.post-89620133284413146012011-11-21T01:28:00.000-08:002011-11-21T01:28:50.431-08:00Nuklir Sebagai Solusi Perubahan IklimJAKARTA--Nuklir termasuk energi bersih, karena ketika membangkitkan listrik tidak mengeluarkan gas CO2 dan gas berbahaya lain seperti SOx dan NOx . Hal ini penting sebagai solusi menghadapi perubahan iklim dan pemanasan global yang terjadi sekarang. Selain itu nuklir juga berpotensi menjawab berbagai permasalahan yang disebabkan oleh pemanasan global seperti krisis pangan, ketersediaan air bersih, dan konservasi lingkungan.<br />
<a name='more'></a> <br />
<br />
Hal inilah yang mendorong BATAN berpartisipasi aktif dalam Indonesia Climate Change Education and Expo 2011 yang bertema “A Call to Cope With The Climate Crisis”. Bertempat di Jakarta Convention Center, Expo berlangsung selama empat hari (26-29/05/2011). Pembukaan Expo sendiri dihadiri oeleh beberapa tokoh nasional diantaranya Erna Witoelar, menristek Suharna Surapranata dan Ully Sigar Rusady. Expo diikuti oleh berbagai instansi baik pemerintah, swasta mapun Lembaga Swadaya masyarakat (LSM) yang berhubungan langsung dengan agenda perubahan iklim. Hadir pula lembaga internasional seperti United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) dan United Nations Development Programme (UNDP).<br />
<br />
Expo yang dikunjungi para pelajar, mahasiswa dan umum ini dimanfaatkan BATAN untuk melakukan edukasi dan informasi publik terkait dengan nuklir sebagai solusi perubahan iklim dan pemanasan global. Kontribusi nuklir dalam ketahanan pangan antara lain dengan menghasilkan varietas tanaman pangan dengan teknik mutasi radiasi yang mampu bertahan pada kondisi ekstrem. Riset nuklir juga mendukung pengembangan energi bersih melalui pemuliaan tanaman penghasil biofuel, pengelolaan sumber energi panas bumi, serta pemanfaatan Mesin Berkas Elektron untuk pengurangan emisi gas rumah kaca dari pembangkit fosil.<br />
<br />
Penggunaan PLTN di berbagai Negara di dunia juga terbukti mampu mengurangi emisi gas CO2 yang selama ini dikeluarkan oleh pembangkit berbahan bakar fosil. Para pelajar yang berkunjung ke stand BATAN terlihat antusias mendengarkan penjelasan para pemandu tentang kontribusi iptek nuklir dalam menghadapi pemanasan global, hal ini juga sekaligus menepis ketakutan dan pandangan negatif mereka tentang nuklir.<br />
<br />
Sumber : <br />
http://www.batan.go.id, dalam :<br />
<a href="http://www.ebtke.esdm.go.id/energi/energi-baru/nuklir/302-nuklir-sebagai-solusi-perubahan-iklim.html">http://www.ebtke.esdm.go.id/energi/energi-baru/nuklir/302-nuklir-sebagai-solusi-perubahan-iklim.html</a>beunghar bloghttp://www.blogger.com/profile/14202528166073283943noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9008730406777552891.post-64290692640909176472011-11-21T01:11:00.001-08:002011-11-21T01:11:47.447-08:00Tema Hari Habitat Dunia 2011: Kota dan Perubahan IklimPerayaan Hari Habitat Dunia tahun ini akan diselenggarakan di Meksiko dengan tema “Cities and Climate Change” atau “Kota dan Perubahan Iklim”. Tahun lalu Meksiko juga telah menjadi tuan rumah untuk acara Perbincangan tentang Perubahan Iklim PBB di Cancun. Sekjen PBB Ban Ki Moon mengingatkan bahwa hasil dari pertemuan Cancun harus dapat menjadi alat untuk memperkuat upaya kita dalam bertindak sejalan dengan pemikiran ilmiah.<br />
<br />
Tema Cities and Climate Change dipilih karena perubahan iklim yang berlangsung sangat cepat menjadi tantangan pembangunan paling utama, di abad 21. Tidak ada yang dapat memperkirakan apa yang akan terjadi terhadap sebuah kota dalam kurun waktu 10-20 dan 30 tahun. Pada era ini, pada umumnya masyarakat tinggal di perkotaan, dan yang menjadi perhatian kita saat ini adalah dampak bencana terbesar sebagai akibat perubahan iklim diawali dan diakhir di kota. Kota juga memberikan pengaruh yang besar terhadap perubahan iklim.<br />
<br />
Selanjutnya :<br />
<a href="http://ciptakarya.pu.go.id/habitat/index.php?option=com_content&view=article&id=130%3Atema-kota-dan-perubahan-iklim&catid=60%3Ahari-habitat-2011&Itemid=122&lang=en">http://ciptakarya.pu.go.id/habitat/index.php?option=com_content&view=article&id=130%3Atema-kota-dan-perubahan-iklim&catid=60%3Ahari-habitat-2011&Itemid=122&lang=en</a>beunghar bloghttp://www.blogger.com/profile/14202528166073283943noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9008730406777552891.post-53378746747798375312011-11-21T01:10:00.000-08:002011-11-21T01:10:07.202-08:00Perubahan Iklim: Pemanasan Global dan Efek Rumah KacaOleh: Fithria Edhi dkk<br />
<br />
Beberapa data terkait kondisi iklim dan cuaca pada saat ini sering menyebutkan bahwa Bumi telah menjadi lebih hangat sekitar 1˚F (0.5 ˚C) dari 100 tahun yang lalu. Tetapi mengapa dan bagaimana? Sebenarnya para pakar ilmu pengetahuan juga tidak tahu pasti. Bumi bisa saja menjadi hangat secara alami, tetapi banyak ahli iklim dunia yang percaya bahwa tindakan manusia telah membantu membuat Bumi menjadi lebih hangat.<br />
Iklim menggambarkan total cuaca yang terjadi selama satu periode tertentu dalam setahun di suatu tempat tertentu, termasuk didalamnya adalah kondisi cuaca rata-rata, musim (dingin, panas, semi, gugur, hujan, dan kemarau), dan gejala alam khusus (seperti tornado dan banjir). Iklim memberitahu kita bagaimana tinggal di daerah tertentu. Bogor kota hujan, Jakarta panas, dan Bandung sejuk dan lainnya.<br />
<br />
Lalu apa yang membedakan iklim dan cuaca dan apa yang mempengaruhi iklim di bumi, secara singkat iklim bisa dikatakan sebagai rata-rata dari cuaca. Bedanya, memperkirakan cuaca untuk jangka waktu lebih dari beberapa hari relatif sangat sulit karena sifat ketidakpastiannya yang tinggi. Sebaliknya, memperkirakan perubahan iklim yang disebabkan oleh perubahan komposisi atmosfer atau faktor-faktor lainnya, secara umum, relatif bisa dilakukan, sedangkan yang mempengaruhi iklim di bumi sangat dipengaruhi oleh kesetimbangan panas di bumi. Aliran panas dalam sistem iklim di bumi bekerja karena adanya radiasi. Sumber utama radiasi di bumi adalah matahari.<br />
<br />
Selanjutnya :<br />
<a href="http://www.sumatra-rainforest.org/index.php/en/component/content/article/35-article/58-perubahan-iklim-pemanasan-global-dan-efek-rumah-kaca">http://www.sumatra-rainforest.org/index.php/en/component/content/article/35-article/58-perubahan-iklim-pemanasan-global-dan-efek-rumah-kaca</a>beunghar bloghttp://www.blogger.com/profile/14202528166073283943noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9008730406777552891.post-42898354348004158322011-11-21T01:07:00.001-08:002011-11-21T01:07:41.170-08:00BSN Cari Parameter Iklim dan KomoditiJAKARTA - Badan Standardisasi Nasional (BSN) tengah mencari parameter menghitung pengaruh perubahan iklim terhadap komoditas pangan pertanian.<br />
<br />
Kepala BSN Bambang Setiadi mengungkapkan hal ini penting agar Indonesia sebagai negara agraris mampu mengantisipasi dampak perubahan iklim terhadap ketahanan pangan. "Di Brasil itu sudah bisa menghitung kalau suhu naik dua persen ada tiga komoditi yang hilang. Di Indonesia apa itu sudah ada? Belum. Jadi kita sedang mencari parameter ini," jelasnya, di Jakarta, Kamis (10/11/2011).<br />
<a name='more'></a><br />
<br />
Lebih lanjut, jelasnya, perlu diketahui dengan hubungannya terhadap perubahan iklim, apakah pengaruhnya perubahan iklim terhadap komoditi pertanian. Lalu, kalau perubahan iklim itu mengarah pada sektor pertanian yang lebih khusus, maka komoditi apa saja yang akan kena dampaknya.<br />
<br />
Pemikiran mengenai hal ini, menurutnya, penting untuk diketahui dan dicari tolok ukurnya menghitung. Apalagi, tegasnya, dunia tengah memberikan kepercayaan kepada BSN untuk membuat hitungan mengenai deforestasi (GHG).<br />
<br />
"Kita kan lagi buat standar deforestasi (GHG). Indonesia itu sekarang diberi kesempatan untuk menyususn standar deforestasi (GHG). Kita butuh parameternya," jelasnya.<br />
<br />
Dengan itu pula, BSN ingin melihat seberapa siap Indonesia kalau masalah ini terjadi pada sektor pertanian. Paling tidak pertama-tama Indonesia siap dari sisi datanya. Lebih lanjut dia mengatakan atas kepercayaan dunia, BSN diberi kesempatan menyusun standarisasi deforestasi (GHG) dalam waktu satu tahun ini terhitung Mei 2011 ini. (Arief Sinaga /Sindoradio/wdi)<br />
<br />
Sumber :<br />
<a href="http://economy.okezone.com/read/2011/11/10/320/527424/bsn-cari-parameter-iklim-dan-komoditi">http://economy.okezone.com/read/2011/11/10/320/527424/bsn-cari-parameter-iklim-dan-komoditi</a>beunghar bloghttp://www.blogger.com/profile/14202528166073283943noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9008730406777552891.post-54251557464508394792011-11-21T01:03:00.001-08:002011-11-21T01:03:54.676-08:00Perubahan IklimPembahasan isu perubahan iklim saat ini terfokus pada pembahasan mengenai pengaturan perubahan iklim pasca 2012, khususnya komitmen negara-negara maju untuk penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) sebagai tindak lanjut periode komitmen pertama Protokol Kyoto. Salah satu penyebab berlarutnya negosiasi dimaksud antara lain disebabkan keengganan negara maju untuk berkomitmen menurunkan emisi GRK nasional-nya tanpa keikutsertaan negara berkembang dan alotnya pembahasan mengenai dukungan pendanaan dan teknologi dari negara maju kepada negara berkembang. <br />
<a name='more'></a><br />
<br />
Pertemuan COP-13 tahun 2007, di Bali telah menghasilkan terobosan dalam pembahasan isu perubahan iklim melalui (i) Bali Action Plan (BAP) dan Bali Roadmap; serta (ii) Operasionalisasi Adaptation Fund. Dari sisi proses, disepakati pembahasan BAP melalui Ad-hoc Working Group on Long-term Cooperative Action (AWG-LCA) yang akan diselesaikan di COP-15, Kopenhagen.<br />
<br />
Pertemuan COP-16/CMP-6 di Cancun, Meksiko, 29 November – 10 Desember 2010 berhasil menyepakati Cancun Agreements, yang diharapkan dapat mendorong tercapainya legally binding outcome pada COP-17/CMP-7 tahun 2011. Pada hakikatnya, Cancun Agreements dihasilkan secara party driven, namun dengan mengupayakan tercapainya kompromi posisi diantara Para Pihak (balanced package).<br />
<br />
Cancun Agreements merupakan kumpulan 25 keputusan yang berhasil disepakati, baik dalam kerangka COP-16 maupun CMP-6, dengan 2 (dua) dokumen utama yaitu: <br />
<br />
a. Decision 1/CP.16, berisi teks negosiasi sebagai hasil kompromi dari proses AWG-LCA, yang memuat building blocks BAP, yaitu shared vision, adaptasi, mitigasi, pendanaan, technology development and transfer dan capacity building. <br />
<br />
b. Decision 1/CMP.6 memperpanjang mandat AWG-KP untuk meneruskan pembahasan periode komitmen kedua Protokol Kyoto, dengan memperhatikan kemajuan pembahasan yang telah dihasilkan pada pertemuan Cancun. Keputusan ini juga mencatat komitmen (pledge) economy-wide emission reduction target Annex 1 parties dan mengamanatkan peningkatan level ambisi negara-negara dimaksud. Keputusan ini mengindikasikan emission trading dan project-based flexibility mechanism harus tetap tersedia, bersamaan dengan pelaksanaan kegiatan-kegiatan terkait land use, land use change forestry (LULUCF) dalam upaya penurunan emisi GRK di tingkat global.<br />
<br />
Meskipun hasil dari Cancun belum secara komprehensif merefleksikan konsideran-konsideran utama negara berkembang, namun kesepakatan tersebut diharapkan dapat menjadi batu pijakan dalam mengupayakan tercapainya legally binding instrument pada COP-17/CMP-7 di Durban.<br />
<br />
Indonesia akan senantiasa mengedepankan pentingnya pembentukan rejim baru perubahan iklim paska tahun 2012 yang merefleksikan amanat Bali Roadmap dan Bali Action Plan (BAP) yang mencakup isu mitigasi, adaptasi, transfer teknologi, pendanaan dan shared vision. <br />
<br />
Dalam berbagai kesempatan baik di pertemuan formal dan informal, Indonesia secara konsisten menyampaikan pentingnya penyelesaian mandat BAP dan menekankan pentingnya pencapaian legally binding outcome pada perundingan perubahan iklim. Indonesia juga terus mendorong negara-negara yang terlibat dalam negoisasi untuk mempertimbangkan satu hasil yang realistis dan dapat diterima semua pihak, dengan mengedepankan fleksibilitas atas posisi masing-masing negara<br />
<br />
Penghargaan masyarakat internasional terhadap peran aktif Indonesia guna mendorong kemajuan dalam perundingan perubahan iklim juga tercermin dari undangan Perdana Menteri Norwegia kepada Presiden RI untuk secara bersama memimpin pertemuan Oslo Climate and Forest Conference pada tanggal 26-27 Mei 2010. Pertemuan ini merupakan implementasi komitmen yang telah dicantumkan dalam CA untuk mendorong implementasi pendanaan awal kegiatan REDD+ sebagai perwujudan pengelolaan hutan secara berkelanjutan. Oslo Climate and Forest Conference menjadi momentum peluncuran kemitraan Interim REDD+ Partnership Arrangement, yang selain diharapkan dapat mengkoordinasikan tindak lanjut aksi dan pendanaan awal bagi konservasi hutan secara efektif dan efisien, juga untuk mendukung proses perundingan menyangkut isu REDD di UNFCCC. Inisiatif ini pada waktunya akan diganti dengan mekanisme UNFCCC termasuk REDD+ sebagai hasil proses perundingan. <br />
<br />
Ke depan, diharapkan Indonesia dapat terus konsisten dengan peran yang aktif dan konstruktif dengan mendorong negara-negara pihak agar dapat lebih fleksibel dalam mengupayakan kompromi, dengan tidak mengorbankan kepentingan nasional, khususnya kepentingan negara berkembang. Hal ini penting kiranya untuk mendorong keberhasilan mencapai legally binding outcome, seperti yang dimandatkan oleh BAP. <br />
<br />
Indonesia juga memandang penting ekosistem laut dan pesisir yang berkelanjutan sebagai komponen yang akan meningkatkan ketahanan terhadap perubahan iklim. Oleh karena itu, pendekatan pengelolaan laut dan pesisir sangat penting dalam mendukung ketahanan tersebut dalam rangka adaptasi terhadap dampak perubahan iklim pada laut. Dalam rangka adaptasi, diperlukan pertukaran pengalaman dan best practices serta peningkatan penilaian kerentanan laut dan pesisir terhadap dampak perubahan iklim untuk memfasilitasi pelaksanaan aksi adaptasi. <br />
<br />
Pembahasan isu perubahan iklim juga telah memasuki tahap baru sebagai upaya mencari “terobosan” baru di luar perundingan dalam kerangka UNFCCC misalnya melalui MEFEC (Major Economies Forum on Energy and Climate), Pertemuan Tingkat Menteri OECD dan dalam forum G 20. Forum G-8 dan MEFEC merupakan forum “informal” dalam pembahasan isu perubahan iklim dengan pendekatan yang lebih luas dan realistis mengingat komposisi MEFEC yang melibatkan “aktor kunci” dalam konstelasi politik dan ekonomi saat ini.<br />
<br />
<br />
Sumber :<br />
<a href="http://www.kemlu.go.id/Pages/IIssueDisplay.aspx?IDP=5&l=id">http://www.kemlu.go.id/Pages/IIssueDisplay.aspx?IDP=5&l=id</a>beunghar bloghttp://www.blogger.com/profile/14202528166073283943noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9008730406777552891.post-63936661713987624072011-11-21T01:00:00.000-08:002011-11-21T01:00:03.845-08:00Dampak Perubahan Iklim terhadap Pengelolaan DAS CitarumRevolusi industri yang dimulai di Eropa sejak tahun 1840 ditandai oleh pemakaian bahan bakar fosil, terutama konsumsi bahan bakar batubara yang telah meningkatkan secara drastis gas rumah kaca di atmosfer. Gas rumah kaca yang utama yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil tersebut adalah karbondioksida (CO2). Akibat adanya efek gas rumah kaca tersebut telah memicu peningkatan temperatur udara bumi secara global dari tahun ke tahun secara signifikan. Fenomena ini dikenal sebagai pemanasan global.<br />
<a name='more'></a><br />
<br />
Pemanasan global yang disebabkan oleh gas-gas rumah kaca secara jelas telah dan akan terus mempengaruhi iklim dunia. WWF Indonesia dan IPCC (1999) telah melaporkan bahwa temperatur tahunan di Indonesia meningkat sebesar 0,30C sejak tahun 1990. Sebuah skenario perubahan iklim (WWF Indonesia dan IPCC, 1999) memperkirakan bahwa temperatur akan meningkat antara 1.30C sampai dengan 4.60C pada tahun 2100 dengan trend sebesar 0.10C–0.40C per tahun. Selanjutnya Susandi (2006) memproyeksikan kenaikan temperatur Indonesia akan mencapai 3,50C pada tahun 2100, sementara temperatur global bumi akan mencapai maksimum 6,20C pada tahun tersebut. Implikasi dari kenaikan temperatur tersebut akan menaikkan muka air laut sebesar 100 cm pada tahun 2100. Akumulasi kejadi ini akan mempengaruhi infrastruktur, bangunan, dan kegiatan manusia saat ini dan mendatang.<br />
<br />
Salah satu persoalan kebutuhan manusia yang terpengaruh sebagai dampak pemanasan global tersebut adalah ketersedian air. Ketersediaan air merupakan permasalahan yang penting yang terkait dengan perubahan iklim. Vörösmarty et al. (2000) menunjukan bahwa masalah air terjadi karena adanya peningkatan penduduk bumi sehingga meningkatkan pula kebutuhan air. Kebutuhan yang meningkat akan semakin menekan pada sistem air global yang berkaitan dengan efek pemanasan global. Peningkatan jumlah penduduk dan ekonomi menjadi pendorong utama kebutuhan air, sementara itu ketersediaannya dipengaruhi oleh peningkatan evaporasi (penguapan) akibat peningkatan temperatur permukaan bumi. Hal ini berkorelasi pada kebutuhan akan adanya manajemen terintegrasi sumber daya air, yang bila tidak dilakukan akan berdampak pada pengrusakan sumber daya air secara fisik, institusional, dan selanjutnya berimplikasi pada sosioekonomi.<br />
<br />
Keadaan manajemen air di Indonesia pada saat ini termasuk dalam kategori yang kurang baik. Bila dibiarkan hal ini akan menyebabkan persoalan yang tidak menguntungkan, oleh karena itu perlu dilakukan pencegahan yang sistematis dan terencana. Pendekatan yang setengah-setengah dalam menyelesaikan masalah tersebut tidak akan menghasilkan solusi yang komprehensif dan berkelanjutan secara lingkungan. Para pengambil keputusan dan pihak-pihak yang berwenang membutuhkan suatu kajian yang dapat menjembatani latar belakang keilmuan diantara mereka sehingga mereka bisa memformulasi suatu keputusan yang seimbang dan harmonis antara fungsi sosial, lingkungan, dan ekonomi dari sumber daya air.<br />
<br />
Kajian ini dibuat untuk menganalisis dampak perubahan iklim terhadap ketersediaan air di Daerah Aliran Sungai (DAS). Penelitian ini memberikan jawaban atas kebutuhan analisis perubahan iklim yang berkaitan dengan temperatur, curah hujan dan selanjutnya akan mempengaruhi variabel-variabel yang terkait dengan sistem kesetimbangan air dan manajemen air secara terintegrasi. Daerah kajian dalam penelitian ini adalah Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum, Jawa Barat. Hasil kajian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang manajemen badan air sebagai dampak dari perubahan iklim yang selanjutnya dapat digunakan untuk rekomendasi rencana pembangunan berkelanjutan.<br />
<br />
Sumber :<br />
<a href="http://www.wwf.or.id/berita_fakta/reports/?10340/Dampak-Perubahan-Iklim-terhadap-Pengelolaan-DAS-Citarum">http://www.wwf.or.id/berita_fakta/reports/?10340/Dampak-Perubahan-Iklim-terhadap-Pengelolaan-DAS-Citarum</a>beunghar bloghttp://www.blogger.com/profile/14202528166073283943noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9008730406777552891.post-37805436346104995732011-11-21T00:51:00.001-08:002011-11-21T00:51:51.422-08:00Perubahan Iklim<iframe width="420" height="315" src="http://www.youtube.com/embed/FUT8QGXYaZ0" frameborder="0" allowfullscreen></iframe>beunghar bloghttp://www.blogger.com/profile/14202528166073283943noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9008730406777552891.post-26318116315363705162011-11-21T00:49:00.000-08:002011-11-21T00:49:04.424-08:00Dampak Perubahan Iklim, Indonesia Krisis Air BersihBANDUNG, itb.ac.id - Para ahli memprediksi Indonesia akan mengalami kelangkaan air bersih pada tahun 2025. Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jawa Barat, Setiawan Wangsaatmaja menuturkan, "Bumi terdiri dari 97.5 % air, tetapi hanya 1 % dari air tersebut yang tawar." Air tawar tersebut bersumber dari curah hujan yang tertampung pada danau, situ, sungai, maupun cekungan air tanah. Diperkirakan Indonesia memiliki total volume air sebesar 308 juta meter kubik, paparnya. <br />
<br />
"Berdasarkan data tersebut Indonesia merupakan negara yang kaya akan ketersediaan air," ujar Iwan. Namun, sangat disayangkan potensi ketersediaan air bersih dari tahun ke tahun cenderung menurun akibat pencemaran lingkungan dan kerusakan daerah tangkapan air. Kondisi diperburuk dengan perubahan iklim yang mulai terasa dampaknya sehingga membuat Indonesia mengalami banjir pada musim penghujan dan kekeringan pada musim kemarau. Iwan menambahkan, "Padahal di lain pihak kecenderungan konsumsi air bersih justru naik secara eksponensial seiring pertambahan penduduk."<br />
<br />
Selanjutnya :<br />
<a href="http://www.itb.ac.id/news/3177.xhtml">http://www.itb.ac.id/news/3177.xhtml</a>beunghar bloghttp://www.blogger.com/profile/14202528166073283943noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9008730406777552891.post-83768011249858644732011-11-21T00:39:00.001-08:002011-11-21T00:39:53.526-08:00Perubahan Iklim di IndonesiaIndonesia mempunyai karakteristik khusus, baik dilihat dari posisi, maupun keberadaanya, sehingga mempunyai karakteristik iklim yang spesifik. Di Indonesia terdapat tiga jenis iklim yang mempengaruhi iklim di Indonesia, yaitu iklim musim (muson), iklim tropica (iklim panas), dan iklim laut.<br />
<br />
1. Iklim Musim (Iklim Muson)<br />
Iklim jenis ini sangat dipengaruhi oleh angin musiman yang berubah-ubah setiap periode tertentu. Biasanya satu periode perubahan angin muson adalah 6 bulan. Iklim musim terdiri dari 2 jenis, yaitu Angin musim barat daya (Muson Barat) dan Angin musim timur laut (Muson Tumur). Angin muson barat bertiup sekitar bulan Oktober hingga April yang basah sehingga membawa musim hujan/penghujan. Angin muson timur bertiup sekitar bulan April hingga bulan Oktober yang sifatnya kering yang mengakibatkan wilayah Indonesia mengalami musim kering/kemarau.<br />
<br />
Selanjutnya :<br />
<a href="http://iklim.dirgantara-lapan.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=85&Itemid=78">http://iklim.dirgantara-lapan.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=85&Itemid=78</a>beunghar bloghttp://www.blogger.com/profile/14202528166073283943noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9008730406777552891.post-14766884635216363812011-11-21T00:34:00.001-08:002011-11-21T00:34:41.533-08:00Perubahan IklimPerubahan iklim global merupakan malapetaka yang akan datang! Kita telah mengetahui sebabnya - yaitu manusia yang terus menerus menggunakan bahan bakar yang berasal dari fosil seperti batu bara, minyak bumi dan gas bumi.<br />
<br />
Kita sudah mengetahui sebagian dari akibat pemanasan global ini - yaitu mencairnya tudung es di kutub, meningkatnya suhu lautan, kekeringan yang berkepanjangan, penyebaran wabah penyakit berbahaya, banjir besar-besaran, coral bleaching dan gelombang badai besar. Kita juga telah mengetahui siapa yang akan terkena dampak paling besar - Negara pesisir pantai, Negara kepulauan, dan daerah Negara yang kurang berkembang seperti Asia Tenggara.<br />
<br />
Selanjutnya :<br />
<a href="http://www.greenpeace.org/seasia/id/campaigns/perubahan-iklim-global/">http://www.greenpeace.org/seasia/id/campaigns/perubahan-iklim-global/</a>beunghar bloghttp://www.blogger.com/profile/14202528166073283943noreply@blogger.com0